Racunyang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada - 29280979 chelsielva chelsielva 09.05.2020 Biologi Sekolah Menengah Pertama terjawab Racun yang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada a. Plankton b. Ikan Kecil c. Ikan Besar d. Di dalam rumah Rendi terdapat peralatan elektronik berupa sebuah TV racunyang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada a. Plankton B. ikan kecilC. ikan besar D. manusia . Question from @anisaluthfiana2008 - Biologi anisaluthfiana2008 @anisaluthfiana2008. April 2022 0 5 Report. racun yang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada a. Plankton B. ikan kecil C. ikan besar Racunyang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada . A. plankton B. ikan kecil C. ikan besar D. manusia 14. Perhatikan grafik di bawah ini Grafik di atas menggambarkan pengaruh penurunan konsentrasi oksigen terlarut terhadap perkembangan jumlah ikan dan bakteri pada perairan sungai yang tercemar. cash. Perhatikan skema pemekatan hayati pada sungai tercemar di bawah ini Racun yang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada …. A. plankton B. ikan kecil C. ikan besar D. manusia Kunci jawaban yang benar adalah D. manusia Contents1 Permasalahan Sampah Plastik di Laut 2 Memangkas Sampah Plastik di Sungai-Sungai 3 Citarum, Salah Satu Sungai Terkotor di Dunia4 Pentingnya Pengurangan Sampah dari Sumber disertai dengan Pengelolaan Sampah yang Bertanggung Jawab Permasalahan Sampah Plastik di Laut Polusi sampah plastik di lautan telah menjadi fenomena global yang tidak hanya mengancam ekosistem yang ada di laut, tetapi juga berdampak pada kehidupan manusia sebagai predator puncak dalam rantai ekosistem. Tumpukan sampah plastik yang mencemari laut. Sumber solomonstarnews. Sekitar 700 spesies makhluk hidup ikut menderita dampak negatif dari adanya polusi sampah di lautan, utamanya plastik. Spesies yang terdampak pun beraneka ragam, mulai dari rumput laut dan alga sampai pada paus, anjing laut, dan penyu. Dari 700 spesies tersebut, 17% di antaranya masuk kategori terancam threatened menurut IUCN. Pinguin yang terjerat ring plastik dari kaleng minuman Meski begitu, penelitian terbaru tentang sampah plastik di lautan menawarkan perspektif yang baru dan signifikan tentang bagaimana plastik bisa menemukan jalannya ke laut, yaitu melalui sungai. Faktanya, hanya sekitar 20% sampah plastik di laut yang benar-benar berasal dari laut misalnya jaring penangkap ikan yang rusak dan ditinggalkan begitu saja, sedangkan 80% nya bersumber dari daratan. Sungai yang airnya tertutupi sampah plastik. Sumber Perkiraan jumlah sampah plastik di sungai yang memasuki lautan berkisar antara sampai juta metrik ton dalam setahun, jumlah yang setara dengan sampai paus biru. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mengagetkan mengingat masifnya penggunaan plastik sekali pakai yang kemudian diperparah oleh ketiadaan sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab guna memastikan sampah tidak berakhir mencemari lingkungan. Memangkas Sampah Plastik di Sungai-Sungai Pengetahuan tentang bagaimana plastik menemukan jalannya ke laut kemudian menjadi masukkan yang amat penting terhadap solusi penanganan sampah plastik itu sendiri. Pemetaan Emisi Plastik Global. Sumber BOI White Paper “River Plastic Pollution” Ya, jika sungai menjadi jalur utama sampah plastik untuk menuju ke laut, maka menjaring sampah yang ada di sungai bisa menjadi salah satu solusi yang strategis guna menangkal permasalahan polusi plastik global. Penemuan serupa tentang bagaimana sungai-sungai besar di dunia menjadi salah satu sumber polusi plastik di laut. Sumber Alliance to End Plastic Waste Lebih jauh lagi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa mayoritas sampah plastik berasal dari segelintir sungai yang tersebar di seluruh dunia. Meskipun kesimpulan ini membutuhkan penelitian lebih lanjut, poin yang dapat diambil yaitu jumlah emisi plastik global tidak tersebar secara merata. Dengan kata lain, daerah tertentu, atau bahkan sungai-sungai tertentu, diidentifikasi sebagai sumber polusi plastik yang besar dibandingkan daerah atau sungai lainnya. Citarum, Salah Satu Sungai Terkotor di Dunia Di Indonesia, contoh sungai yang kemungkinan besar menjadi biang kerok sumber polusi plastik dan sampah di lautan ialah sungai Citarum. Salah satu sudut sungai Citarum yang tersumbat sampah. Kredit James Wendlinger Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di provinsi Jawa Barat, kurang lebih 297 kilometer dan bermuara di laut Jawa. Sungai Citarum memegang peranan penting terhadap keberlangsungan hidup 27,5 juta penduduk di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Faktanya, 80% dari sumber air minum warga Jakarta berasal dari sungai yang mengalir melewati 12 kabupaten di Jawa barat ini. Ironisnya, sungai Citarum dinobatkan sebagai salah sungai paling kotor dan tercemar sedunia. “Penghargaan” ini diberikan oleh Blacksmith, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di New York dan Green Cross, Swiss. Salah satu penyebabnya antara lain karena adanya industri tekstil yang beroperasi di sepanjang sungai Citarum. Menurut Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, 90% dari industri tersebut tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL yang memadai. Akibatnya, sebanyak 340,000 limbah cair dibuang ke Sungai Citarum setiap harinya. Contoh limbah yang dibuang langsung ke sungai Citarum dan membuatnya tercemar berat. Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Selain itu di tahun 2013, sebuah penyelidikan oleh organisasi lingkungan Greenpeace menemukan kandungan bahan kimia berbahaya seperti kadmium, timbah, dan kobalt di dalam limbah cair yang dibuang ke Sungai Citarum Post Magazine. Kemudian di penghujung tahun 2017, TIm Survei Kodam III Siliwangi menemukan bahwa sebanyak ton sampah organik dan anorganik dibuang ke Sungai Citarum. Selain sampah, ternyata sungai Citarum juga menjadi tempat pembuangan kotoran manusia sebanyak 35,5 ton serta kotoran hewan ternak seberat 56 ton setiap harinya Ketika kita berpikir kondisi Sungai Citarum tidak bisa lebih buruk lagi, kenyataannya ternyata bisa. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum BBWSC menemukan adanya sampah medis yang dibuang ke dalam Sungai Citarum, di antaranya berupa kantong darah HIV, alat medis bekas pakai, dan bahkan potongan tubuh manusia. Penting untuk diingat bahwa data ini bahkan jauh sebelum pandemi COVID-19 melanda. Contoh kondisi sungai Citarum yang dicemari limbah industri sekaligus sampah. Contoh limbah yang dibuang langsung ke sungai Citarum dan membuatnya tercemar berat. Kredit foto Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Dalam upaya menanggulangi Sungai Citarum yang tercemar berat, selama 30 tahun terakhir sebanyak 4,5 miliar Rupiah telah digelontorkan pemerintah dalam upaya memulihkan kondisi Citarum. Upaya yang telah dilakukan bahkan meliputi kegiatan bersih-bersih manual. Sebanyak 7,000 tentara ditugaskan untuk membersihkan sampah yang ada di Sungai Citarum di beberapa titik. Di Jakarta sendiri, lebih dari 4,000 petugas kebersihan juga ditugaskan untuk memungut sampah yang ada di Sungai Citarum. Pihak swasta seperti organisasi lingkungan juga sudah ada yang melakukan beberapa cara untuk menangani permasalahan Citarum, mulai dari kampanye, melakukan riset terkait jumlah dan jenis sampah, dan bahkan memasang alat penangkap sampah plastik seperti yang dilakukan oleh Benioff Ocean Initiative. Sayangnya, semua upaya yang telah dan sedang dilakukan belum membuahkan hasil yang efektif. Hal ini karena akar dari permasalahan sampah dan polusi yang mencemari sungai Citarum belum diselesaikan, yaitu perihal kebocoran sampah dari daratan serta produksi sampah dan limbah itu sendiri. Pentingnya Pengurangan Sampah dari Sumber disertai dengan Pengelolaan Sampah yang Bertanggung Jawab Dalam rangka menanggulangi permasalahan sampah yang ada di sungai dan laut kita, kita perlu “menutup keran” produksi sampah yang masif, terutama sampah plastik sekali pakai. Jadi, selagi kita sibuk membersihkan sungai dan lautan kita dari plastik dan jenis sampah lain, kita juga tidak boleh lupa untuk bertanya mengapa kita bisa menghasilkan begitu banyak sampah sedari awal, dan dalam waktu yang relatif singkat. Hirarki Manajemen Sampah yang berbentuk piramida terbalik Memangkas produksi sampah dari sumber harus dilakukan secara paralel di tingkat individu dan juga pemerintah. Dengan kata lain, di saat individu-individu mulai berpindah menuju gaya hidup yang lebih minim sampah, pemerintah juga harus mulai membuat dan menerapkan peraturan yang memaksa industri dan perusahaan untuk meminimalisir jumlah sampah yang mereka produksi. Selain itu, semakin banyak penelitian yang membuktikan bahwa sungai menjadi jalur utama sampah untuk berakhir di lautan. Oleh karena itu, akar permasalahan yang harus ditangani adalah bagaimana caranya mencegah kebocoran sampah dari darat agar tidak masuk ke aliran air dan sungai. Mencegah sampah dari daratan agar tidak berakhir di sungai dan laut dapat dilakukan dengan cara memastikan bahwa sampah yang dihasilkan ditangani dan didaur ulang dengan bertanggung jawab. Perusahaan bisa turut mengambil peran dengan menerapkan program Extended Producer Responsibility guna memastikan bahwa sampah berlabel brand mereka tidak berakhir mengotori lingkungan. Sedangkan konsumen dapat mengelola sampah domestik mereka dengan cara memilah serta memastikan bahwa sampah tersebut didaur ulang sesuai dengan kategorinya. Lantas bagaimana caranya kita bisa memastikan bahwa sampah kita akan didaur ulang? Personal Waste Management Dengan menggunakan layanan Personal Waste Management dari Waste4Change, sampah Anda akan diangkut dalam kondisi terpilah, langsung dari rumah. Tidak perlu khawatir bahwa sampah Anda akan berakhir di sungai ataupun laut. English version read HERE. Referensi The Benioff Ocean Initiative. April 2019. River Plastic Pollution Considerations for addressing the leading source of marine debris. Accessible at Misi besar mengatasi pencemaran di Sungai Citarum Palembang - Bersantai di kursi kayu panjang di depan rumah, menjadi keseharian Tina 66 nyaris tiap sore. Warga Jalan Sungai Tawar 1 Palembang ini, seakan tidak menghiraukan aroma busuk yang meruap dari anak Sungai Musi Palembang, yang membentang di depan rumahnya. Dia sangat paham dengan bau tidak sedap dari genangan sampah, yang mengapung di Sungai Tawar di depan rumahnya itu. Nenek 17 cucu ini seakan enggan melempar tatapannya ke arah genangan sampah, karena sudah menjadi pemandangan sehari-harinya. Alasannya cukup sederhana. Tak ada yang berubah dari hari ke hari, meskipun setiap hari para petugas kebersihan mengambil sampah di pangkal sungai. Namun ditumpuk lagi di bawah jembatan Sungai Tawar 1 Palembang Meskipun nyaman tinggal selama enam tahun di rumah kontrakannya, Tina kerap merasa gelisah. Jika anak cucunya mengalami sakit, akibat tumpukan sampah yang sudah lama menggenang dan mengendap itu. “Saya sering ribut dengan petugas kebersihan, karena mereka sering meletakkan sampah berbau busuk di depan rumah saya, bukannya mengangkutnya ke mobil sampah. Seperti pampers bayi yang masih ada kotorannya hingga bangkai hewan. Saya takut cucu saya yang masih kecil-kecil ini terserang penyakit, akibat bakteri dari tumpukan sampah yang tidak diangkut ini,” ujarnya kepada Jumat 6/12/2019. Praktisi Soroti Lambannya Kemenhub Tetapkan Tarif Angkutan Penyeberangan Pertama Kali, Nasib Hiu di Sungai Musi Berakhir Jadi Ikan Asin Piala Adipura di Tengah Lautan Sampah Permukiman Kumuh Kota Palembang Tidak adanya tindak lanjut dari petugas kebersihan untuk mengangkat genangan sampah ini, membuat Tina bersama para warga kebingungan. Meski pun mereka juga turut membuang sampah di aliran anak Sungai Musi ini, namun banyak juga sampah yang terseret dari anak sungai lainnya lalu bermuara ke tempat tinggalnya. Hampir setiap sore juga, warga dari pasar tradisional terdekat juga, sering membuang sampah dari atas jembatan ke arah sungai. Kondisi diperparah dengan tidak adanya fasilitas bak sampah di sekitar kawasannya. Meski tahu kondisi air di Sungai Tawar sangat tercemar dengan genangan sampah, namum anak-anak kecil di kawasan tersebut sering bermain air di sungai ini. Bahkan, mereka dengan girang berenang bersama teman sebayanya, ketika air mulai pasang dan hujan deras turun. “Kalau musim kemarau memang banyak sampahnya dan mengendap. Tapi kalau musim hujan, banyak sampahnya mengalir ke arah Sungai Musi dan airnya tidak keruh lagi. Makanya anak-anak sering berenang di sini,” ucapnya. Kendati dia dan keluarganya tidak pernah mengalami sakit parah, namun Tina mengakui, cucu-cucunya sering mengidap gatal di sekujur tubuh hingga diare. Penyakit yang diduga berasal dari sentuhan air tercemar itu, diakuinya tidak bisa lagi terelakkan. Tak hanya ancaman penyakit dan aroma bau busuk yang setiap hari mengganggu aktivitas warga sekitar, tiap malam mereka harus berselimut kelambu. Sebab, serangan nyamuk sangat banyak dan bisa membawa beragam jenis penyakit. Pemandangan genangan sampah menahun juga terjadi di Lorong Masjid Jami Kecamatan Plaju Palembang. Setiap sore, di ujung deretan rumah panggung ini, anak-anak kecil hingga orang dewasa beraktifitas di pinggir Sungai Musi. Ada yang berenang, menggosok gigi, mencuci pakaian dan piring hingga mengguyur tubuhnya dengan air sungai. Mereka seakan lupa akan genangan sampah berbau busuk, yang berada tak jauh dari tempat mereka mandi. Emi 37, salah satu warga sekitar mengatakan, aktifitas mandi di pinggir Sungai Musi menjadi keseharian warga sekitar. Air Sungai Musi sangat berbeda dengan air yang mengalir di bawah rumahnya, yang terkontaminasi dengan genangan sampah. “Kalau genangan sampah di bawah rumah panggung kami ini, sudah lama dan berbau busuk. Tapi tidak bisa dialiri ke Sungai Musi, karena terhalang enceng gondok di tepian Sungai Musi. Mau diapain lagi, karena sulit untuk mengangkut sampah-sampah ini,” ucapnya. Anak-anak bermain dengan girang meskipun aroma busuk dari sampah yang menggenang di Sungai Tawar, anak Sungai Musi Palembang ini mengganggu pernapasan / Nefri IngeDia menceritakan kecemasannya karena kondisi air keruh di bawah rumah panggungnya, bisa mengancam kesehatannya dan anak-anaknya. Namun hingga saat ini, tidak ada kontribusi dari pihak pemerintah, untuk mengangkut sampah dari bawah rumahnya. Dua lokasi di Jalan Sungai Tawar 1 dan Jalan Masjid Jami Plaju Palembang tersebut, ternyata masuk dalam sampling Nilai Status Mutu Air Pemantauan Sungai Skala Nasional Badan Lingkungan Hidup BLH Sumatera Selatan Sumsel. Kondisi air sungai di dua lokasi warga tersebut, masuk dalam kategori air sungai yang tercemar berat. Kepala Seksi Kasi Pengendalian Pencemaran Lingkungan BLH Sumsel Rezawahya mengatakan, ada 21 sungai di Sumsel yang menjadi sampel nilai status mutu air yang mereka teliti tahun 2018. Dari puluhan sungai yang diteliti, 13 sungai masuk kategori tercemar berat kelas 4, lima sungai tercemar sedang kelas 3 dan tiga sungai tercemar ringan kelas 2. Dari 13 sungai tercemar berat, sungai terbanyak yang tercemar berasal dari Kota Palembang Sumsel. Sedangkan tujuh sungai lainnya menyebar di berbagai kabupaten di Sumsel. Dimana, klasifikasi status mutu air dibagi dalam empat kelas. Yaitu Kelas 1 berstatus baik karena memenuhi Baku Mutu Lingkungan BML, Kelas 2 berstatus baik atau tercemar ringan, Kelas 3 berstatus sedang atau tercemar sedang dan Kelas 4 berstatus buruk atau tercemar berat. Untuk di kawasan Palembang sendiri, ada enam sungai yang diteliti dan semuanya masuk dalam kategori tercemar berat. Yaitu Sungai Musi di kawasan Gandus, Sungai Keramasan dan Sungai Ogan Kertapati, Sungai Musi di kawasan Jembatan Ampera, Sungai Komering di Plaju dan Sungai Musi di kawasan Borang Palembang. “Dua lokasi warga tersebut masuk dalam enam sungai kita teliti dan airnya sudah tercemar berat. Pencemaran didominasi dari Escherichia Coli E Colimanusia, yaitu dari pembuangan tinja, air pembuangan, kotoran hewan peliharaan dan lainnya yang berasal dari rumah warga,” ujarnya. Kadar pencemaran dilihat dari hasil pengambilan sampling air selama musim hujan, musim kemarau, pasang surut dan pasang naik dalam satu tahunnya. Ada 28 parameter yang digunakan untuk menentukan pencemaran air sungai di Sumsel, diantaranya Biological Oxygen Demand BOD, Chemical Oxygen Demand COD, Fecal Coli dan Total Berbagai PenyakitPara warga Kecamatan Plaju Palembang asyik berenang di tepian Sungai Musi Palembang, yang tercemar parah bakteri E Coli / Nefri IngeSeperti di Sungai Musi di kawasan Plaju, hasil dan evaluasi parameter Coliform Tinja dari total tahap 1 dan 2 yaitu di angka 600 jlh/100ml, sedangkan baku mutu Coliform Tinja hanya 100jlh/100ml. Ada juga hasil dan evaluasi parameter Total Coliform, yang berasal dari limbah rumah selain tinja. Dari tahap 1 dan tahap 2 sampling yang ditotalkan, berjumlah jlh/100 ml. Sedangkan standar baku mutu Total Coliform hanya di angka jlh/100ml. “Biasanya kualitas air yang sebenarnya terlihat saat musim kemarau, karena tidak tercampur dengan air hujan. Kita mengambil sampel air dari sungai yang luas, kemungkinan total Coliform akan lebih tinggi, jika kami melakukan sampling di anak sungai yang penuh genangan sampah,” ucapnya. Dari hasil sampling di tahun 2018 ini, dia menyimpulkan bahwa hampir 80 persen air sungai di Kota Palembang sudah tercemar bakteri E Coli yang parah. Ini juga menjadi tugas berat bagi Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Palembang, yang mengambil pasokan air dari aliran Sungai Musi di kawasan Gandus Palembang. Dari data Dinas Kesehatan Dinkes Palembang, jumlah penderita Demam Berdarah Dengue DBD yang berasal dari kawasan kumuh dan tercemar, memang tidak sebanyak penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA dan Diare. Namun, permasalahan tumpukan sampah bisa juga memicu beragam penyakit. Kepala Dinkes Palembang Letizia mengatakan, tumpukan sampah bisa menjadi sarang kuman, yang akan disebarkan ke manusia melalui lalat dan kecoa. Apalagi tidak membiasakan hidup sehat dan terkontaminasi dengan air yang tercemar. Jika warga tinggal di lingkungan penuh sampah dan kumuh, berbagai penyakit bisa menyerang, seperti diare, gatal-gatal, DBD dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA. “Kalau DBD ini melonjak saat musim hujan saja, namun jika terkontaminasi dengan air yang tercemar atau tidak mencuci tangan saat makan, bisa terjangkit Diare dan gatal-gatal. Kalau ISPA memang sedang tinggi, tidak hanya saat kabut asap saja, tapi bisa dari banyaknya kuman di udara dari lingkungan sekitar,” ucapnya. Buruknya pola hidup di lingkungan kumuh juga, berdampak pada penyebaran virus DBD. Terlebih memasuki musim penghujan. DBD paling banyak di bulan Januari dan Febuari, ketika curah hujan tinggi. Seperti di bulan Januari 2019 sebanyak 152 orang penderita DBD, menurun di bulan Febuari 125 pasien dan terus menurun ke angka 20 pasien di Bulan Agustus dan hanya ada peningkatan sedikit di bulan September-Oktober 2019. Berbeda halnya dengan Diare yang dari awal Januari 2019 hanya pasien, meningkat di bulan Mei sebanyak pasien dan terus melonjak hingga bulan Agustus 2019 sebanyak pasien. Di bulan September-Oktober 2019 hanya mengalami sedikit Kualitas AirAnak-anak di Jalan Masjid Jami Palembang berlarian di kawasan pemukiman penuh sampah di tepian Sungai Musi Palembang / Nefri IngeDaerah yang banyak menampung air dan tidak dibersihkan, bisa memicu bintik nyamuk DBD. Nyamuk DBD biasanya berkembang biak di air yang tergenang. Seperti tempat penampungan atau sampah yang tidak dibuang, seperti ban bekas atau plastik-plastik. “Dinkes Palembang terus mengantisipasi penyebaran bintik-bintik nyamuk DBD. Salah satunya dengan menyosialisasikan program 3M. Yaitu Menguras bak mandi secara, Menutup tempat penampungan air dan Menyingkirkan barang bekas,” katanya. Persoalan sampah yang mencemari Sungai Musi, juga diamini oleh Ketua Komisi Konservasi Sumber Daya Alam SDA Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera BBWSS VIII Kamlan Jamseri. Pencemaran Sungai Musi paling besar berasal dari kebiasaan manusia membuang sampah ke sungai. Karena masyarakat Indonesia menganggap, tempat pembuangan sampah terpanjang dan terbesar adalah sungai. Bahkan, Indonesia masuk urutan ke-2 sebagai negara pembuang sampah plastik terbanyak di dunia. Terutama masyarakat yang tinggal dan hidup di pinggiran Sungai Musi, menjadi penyumbang besar pencemaran air sungai. Mereka juga langsung bersentuhan dengan air sungai yang banyak terkontaminasi E Coli. “Padahal, di negara maju, seluruh kotoran manusia dan air buangan rumah tangga diolah di IPAL Komunal. Sehingga, air hasil prosesnya yang sudah bersih dari kuman, kembali ke sungai dan tidak mencemari lingkungan,” ucapnya. Salah satu aspek pencemaran air di Sungai Musi adalah, banyaknya biota laut yang langka ditemukan. Lalu, tidak ada kupu-kupu dan capung yang beterbangan di pinggiran Sungai Musi untuk meletakkan telurnya, karena airnya sudah tercemar.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

racun yang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada